Sinergi Akademisi, Tenaga Kesehatan dan Masyarakat untuk meningkatkan deteksi dini Kusta guna mencegah kecacatan dan penularan Kusta di Kabupaten Banyuwangi.
Semarang, Februari 2025 – Kusta masih merupakan penyakit endemis di Indonesia, termasuk di Kabupaten Banyuwangi yang masih terdapat banyak penderita kusta baru. Salah satu dampak penyakit kusta adalah kecacatan tubuh yang berdampak terhadap kehidupan sosial dan memicu adanya stigma. Untuk itu diperlukan peran akademisi dalam mencegah kecacatan akibat kusta dan penularan kusta di masyarakat. Universitas Diponegoro (UNDIP), melalui Program Studi Doktor Kesehatan Masyarakat, menunjukkan komitmennya dalam mendukung deteksi dini dan pencegahan kusta di Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak 39 mahasiswa doktoral terjun langsung sebagai panitia kegiatan, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dalam program PRO PAHALA (Promotif Preventif Aktif Hadapi Ancaman Lepra). Program ini menjadi bukti nyata bahwa akademisi memiliki peran strategis dalam menggerakkan perubahan di masyarakat.
Inovasi Akademisi untuk Deteksi Dini Kusta
Dalam kegiatan yang berlangsung pada 3–5 Februari 2025 ini, Yudhy Darmawan, S.KM., M.Kes., M.Sc., Ph.D., Sekretaris Program Studi Doktor Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, menyampaikan materi tentang instrumen deteksi dini kusta. Instrumen ini merupakan hasil penelitian disertasinya di Belanda dan diharapkan menjadi solusi bagi tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi kasus kusta lebih awal.
“Melalui pendekatan berbasis ilmiah, kami ingin memastikan bahwa tenaga kesehatan memiliki alat yang efektif untuk mendeteksi kusta sebelum mencapai tahap yang lebih parah. Inilah wujud nyata bagaimana akademisi dapat berkontribusi langsung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat,” ujar Dr. Yudhy.
Pendidikan Kesehatan sebagai Pilar Pencegahan
Selain inovasi teknologi deteksi dini, akademisi juga berperan dalam edukasi kesehatan yang lebih luas. Program ini melibatkan tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh agama, dan masyarakat dalam berbagai sesi pelatihan dan sosialisasi. Para mahasiswa doktoral Undip tidak hanya bertindak sebagai penyelenggara, tetapi juga sebagai fasilitator dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi dini kusta.
Menurut dr. Andiyani Hamzah, MMRS, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, keterlibatan akademisi menjadi faktor kunci dalam mempercepat eliminasi kusta. “Kami sangat terbantu dengan kontribusi dari akademisi yang tidak hanya membawa pendekatan ilmiah, tetapi juga memastikan bahwa program ini berjalan secara sistematis dan berbasis bukti,” jelasnya.
Agenda Akademik untuk Masyarakat
Program PRO PAHALA melibatkan berbagai agenda utama yang menekankan peran akademisi dalam kesehatan masyarakat:
-
Pengenalan Instrumen Deteksi Dini Kusta kepada tenaga kesehatan untuk memastikan diagnosis yang lebih akurat.
-
Edukasi Strategis Deteksi Dini Kusta pada Penderita Diabetes sebagai langkah preventif tambahan.
-
Pelatihan Komunikasi Antarpribadi bagi kader kesehatan untuk memperkuat edukasi berbasis masyarakat.
-
Pemberdayaan Tokoh Masyarakat guna menghapus stigma yang masih melekat pada penderita kusta.
-
Distribusi Bantuan Sosial kepada keluarga terdampak, sebagai wujud kepedulian sosial akademisi.
Berdasarkan evaluasi pre-test dan post-test yang dilakukan, terjadi peningkatan pemahaman signifikan di kalangan tenaga kesehatan dan kader kesehatan mengenai deteksi dini dan komunikasi terkait kusta. Akademisi tidak hanya membagikan ilmu, tetapi juga mendorong perubahan nyata di masyarakat.
Ketua panitia kegiatan, Mury Ririanty, S.KM., M.Kes., menegaskan bahwa keterlibatan akademisi tidak boleh berhenti di sini. “Kami berharap program ini menjadi inspirasi untuk pengabdian yang lebih luas. Mahasiswa doktoral dengan berbagai inovasinya harus mampu menjadi agent of change garda terdepan dalam inovasi kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah konkret ini, kolaborasi akademisi dan tenaga kesehatan semakin mempercepat pencapaian target eliminasi kusta. Lebih dari itu, program ini membuktikan bahwa akademisi bukan hanya berada di dalam ruang kelas atau laboratorium, tetapi hadir langsung di tengah masyarakat untuk menciptakan perubahan yang lebih baik.